illustrasi |
Sahabat !! Sayangilah Ibu kamu ,, sebagaimana Ibu menyayangi mu sewaktu Kecil!!
Masih banyak sekali catatan yang harus diperhatikan oleh satu orang anak setelah menikah. Baik dia juga sebagai anak perempuan ataupun laki-laki. Khusus bagi laki-laki, ada penekanan dalam hal ini. Karena, sampai kapanpun juga, surga bagi seorang anak letaknya adalah pada kaki ibunda.
Tidak cuma itu, selepas menikah, bakti seseorang anak sama sekali tidak otomatis terputus dengan alasan sudah mempunyai keluarga sendiri. Dalam hal ini, utama kiranya bagi ke-2 pasangan dan keluarga terdekat buat saling mengingatkan.
Janganlah kisah ini berlangsung antara diri kita. Suatu kisah haru nan memilukan ini, layak dijadikan cermin bagi kehidupan kita, sebagai anak ataupun orang tua.
Sebutlah namanya Fulan. Telah 21 tahunn beliau menikah dengan satu orang perempuan bernama Fulanah. Di umur ke 21 pernikahannya, sang istri tanya menawari, “Mas, tidak berkenankah kau makan tengah malam dengan satu orang perempuan?” Sang suami yang benar-benar tidak mempunyai saudara dan anak perempuan itu bertanya pada istrinya dan merasa bingung, “Maksudmu?
Lantas dijelaskanlah oleh sang istri, “Malam besok, keluarlah untuk makan malam bersama ibu.” Aduhai, rupanya Fulan ini teramat sibuk dalam mengurusi keluarga, tugas dan kehidupannya dan lupa menjenguk Ibunya. Lanjut Fulanah, “Sudah 21 tahun kurang lebih sejak menikah denganku kamu mas tidak sempat makan malam dengan ibumu,” tuturnya menerangkan, “Teleponlah ia, ajaklah makan malam bersama. Ia tentu sangat mendambakan kebersamaan denganmu.”
Segeralah Fulan menelepon sang ibu. Dalam perbincangan tersebut, disampaikanlah maksudnya. Sang ibu yang sudah lama menjanda dan hidup dengan keluarga yang lain itu sangat sumringah mendengar ajakan itu. Walau, ada rasa tidak yakin dapat ajakan mengagetkan dari anak yang sangat disayanginya. Pasalnya, selama 21 tahun bukanlah waktu yang sebentar.
Hari yang direncanakan pun tiba. Fulan menuju rumah ibunya. Sesampainya di depan rumah sang ibu, sosok janda yang telah lama mendambakan kebersamaan dengan anaknya itu tengah menunggu, Dan sang Ibu menunggu di depan pintu rumah. Tidak didapati oleh saudaranya yang lain, sang ibu serentak menyongsong, menghampiri dan bergegas masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil, terjadilah perbincangan kecil antara keduanya. Menyangkut rumah makan dan menu paling baik yang hendak mereka tuju dan untuk makan bersama pada malam ini. Tidak lama kemudian, tibalah mereka di restoran makan paling baik di kota itu.
Diam-diam, sang anak memperhatikan baju yang dikenakan oleh ibunya. Ternyata, Agak sempit. Rupanya, itu merupakan baju terakhir yang diberikan oleh almarhum suaminya (Ayahanda anak tersebut). Duhai, sang anak ini hingga lupa membelikan baju baru yang pantas dipakai untuk ibunya.
Didalam restoran datanglah pelayan pembawa menu. Di sodorkanlah list makanan yang hendak dipesan. Nyata-nyatanya, sang ibu telah tidak kuasa membaca. Dengan senyum, Fulan menawari, “Aku bacakan menunya. Tunjuk saja menu apa yang Ibu kehendaki.”
Lantas dipesanlah aneka kategori makanan yang dihidangkan, tidak lama kemudian…
Karena kebahagiannya yang memuncak dikarenakan diajak makan malam oleh anak kesayangannya, selera makan sang ibu tenggelam seketika. Sama sekali tidak berminat untuk mencicipi, lebih-lebih melahapnya makanan tersebut. Sosok yang telah nyaris terbenam periode hidupnya itu cuma memperhatikan anaknya, bersama cinta dan rindu yang kian bertambah.
Di tengah menikmati menu makan malamnya, Fulan berbicara, “Bu, ini yang mula-mula sejak 21 tahunn yang dulu. Maafkan anakmu ini. Esok kita malam lagi untuk yang ke-2.”
Mendengar kalimat itu, mata sang ibu berbinar sumringah. Binar bahagia itu makin bertambah sampai ke-2 insan itu pulang. Sang anak mengantarkan ibunya ke kediamannya, sementara dirinya kembali ke rumahnya.
Waktu-waktu selepas itu, yakni disaat menuggu nan membahagiakan bagi sang ibu. Ditungguilah ponselnya guna mengharapkan panggilan dari anaknya. Sementara itu, di belahan lokasi lain, sang anak masih sibuk dengan dunia, tugas dan kehidupannya. Dirinya, memang lupa bersama janji yang diungkapkannya sendiri.
Karena umur yang menua, sang ibu juga sakit. Semakin hari, bertambah parah sakitnya. Karena kesibukannya si Fulan tidak kunjung membesuk ibunya. Sampai akhirnya, perempuan berhati lembut itu meninggal sebelum sang anak pernah menjenguknya.
Proses pemakaman berjalan dengan lancar. Namun, ada haru nan pilu yang menelisik ke dalam hati Fulan. Perasaan bersalah pasti datangnya belakangan. Andai perasaan itu sanggup datang lebih dahulu, barangkali dirinya bakal mampu menebus dosa-dosanya.
Setelah pulang dari pemakaman Ibunya, ponselnya bergetar. Diangkatklah oleh si Fulan. Tertera identitas pemanggil dilayar hpnya, pemanggil merupakan restoran makan lokasi dia dan ibunya makan malam beberapa waktu yang lalu. “Halo, Pak Fulan,” tutur nada orang yang menelepon tersebu. Lepas disahut, penelepon meneruskan, “Maaf, Pak. Dalam catatan kasir kami, Bapak sudah memesan ruangan makan malam buat dua orang. Tagihannya sudah dibayar oleh Ibu kamu.”
Entahlah apa yang dirasa olehnya. Tidak Dengan penutup, dimatikanlah ponselnya sembari bergegas menuju rumah makan tersebut. Sesampainya di sana, sang kasir menyerahkan suatu pesan tercatat tangan. Dari sang ibu. Tertera di dalamnya, “Nak, saya mengerti. Malam ini yakni makan malam terakhir kita. Walaupun kamu pernah mengakatan pada Ibu kita akan makan malam bersama lagi, Ibu tidak terlalu percaya karena kamu terlalu sibuk Nak. Sehingga, makanlah dengan istrimu. Saya telah membayarnya untumu bersama duit Ibu.”
“Ibu, Ibu, Ibu,” Demikianlah pesan Rasulullah SAW. Sosok mulia itu mesti didahulukan kemudian baru sosok Ayah. Sosok ibu yakni mutiara kebaikan tidak bisa tergantikan. Senantiasa ada mutiara yang mampu digali darinya.
Ya Allah SWT, ampuni dosa kami, dosa Ayah dan Ibu kami. Sayangilah keduanya, sama seperti mereka menyayangi kami di masa kecil. Amin, semoga bermanfaat bagi sahabat