Ketika seorang anak lahir ke dunia, orang tua diwajibkan untuk menunaikan ibadah aqiqah, dimana hal tersebut dipercaya sebagai sunnah seorang ayah untuk menghidupkan pahala di keluarganya, serta mengandung unsur untuk menebus hutang anak sehingga mampu memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak di hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: "Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan akikahnya)".
Rasulullah S.A.W bersabda, "Seorang anak tertahan hingga ia diakikahi, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu".
Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad (sunnah yang dianjurkan). Seharusnya, orangtua yang ekonominya mampu tidak meninggalkan sunnah ini. Aqiqah bagi anak laki-laki afdholnya dengan menyembelih dua ekor kambing, namun tidak mengapa jika mampu hanya dengan seekor kambing. Sedangkan aqiqah bagi anak perempuan adalah dengan seekor kambing.
Waktu utama melakukan aqiqah adalah hari ke-7 kelahiran, kemudian hari ke-14 kelahiran, kemudian hari ke-21 kelahiran, kemudian setelah itu terserah tanpa melihat hari kelipatan tujuh. Pendapat ini adalah pendapat ulama Hambali, namun dinilai lemah oleh ulama Malikiyah. Jadi, jika aqiqah dilaksanakan sebelum atau setelah waktu tadi sebenarnya diperbolehkan. Karena yang penting adalah aqiqahnya tetap dilaksanakan karena merupakan sunnah mu’akkad.
Lalu bagaimana apabila seseorang tidak diaqiqahi ketika kecil, apakah ia tetap dianjurkan untuk diaqiqahi ketika dewasa? Apa saja batasan masih dibolehkannya aqiqah?
Jika semasa kecil orangtua kita adalah orang yang tidak mampu untuk melakukan aqiqah, maka ia tidak dipaksakan untuk melakukannya walaupun mungkin nantinya mereka menjadi orang kaya. Keadaan ekonomi orangtua menjadi pertimbangan atas pensyariatan aqiqah ini, jika ia tidak mampu, maka aqiqah menjadi gugur.
Sedangkan jika orangtuanya mampu ketika ia lahir, namun menunda aqiqah hingga anaknya tersebut dewasa, maka pada saat itu anaknya tetap diaqiqahi walaupun sudah dewasa.
Aqiqah adalah beban ayah selaku pemberi nafkah. Aqiqah ditunaikan dari harta ayah, bukan dari harta anak. Orang lain tidak boleh melaksanakan aqiqah selain melalui izin ayah.
Imam Asy Syafi’i mensyaratkan bahwa yang dianjurkan aqiqah adalah orang yang mampu. Imam Asy Syafi’i juga berpendapat bahwa aqiqah tetap dianjurkan meskipun diakhirkan. Namun disarankan agar tidak diakhirkan hingga usia baligh. Jika aqiqah diakhirkan hingga usia baligh, maka kewajiban orang tua menjadi gugur. Jika seperti itu, anak mempunyai pilihan, boleh mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak.
KODE IKLAN BAWAH ARTIKEL
Rasulullah S.A.W bersabda, "Seorang anak tertahan hingga ia diakikahi, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu".
Hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad (sunnah yang dianjurkan). Seharusnya, orangtua yang ekonominya mampu tidak meninggalkan sunnah ini. Aqiqah bagi anak laki-laki afdholnya dengan menyembelih dua ekor kambing, namun tidak mengapa jika mampu hanya dengan seekor kambing. Sedangkan aqiqah bagi anak perempuan adalah dengan seekor kambing.
Waktu utama melakukan aqiqah adalah hari ke-7 kelahiran, kemudian hari ke-14 kelahiran, kemudian hari ke-21 kelahiran, kemudian setelah itu terserah tanpa melihat hari kelipatan tujuh. Pendapat ini adalah pendapat ulama Hambali, namun dinilai lemah oleh ulama Malikiyah. Jadi, jika aqiqah dilaksanakan sebelum atau setelah waktu tadi sebenarnya diperbolehkan. Karena yang penting adalah aqiqahnya tetap dilaksanakan karena merupakan sunnah mu’akkad.
Lalu bagaimana apabila seseorang tidak diaqiqahi ketika kecil, apakah ia tetap dianjurkan untuk diaqiqahi ketika dewasa? Apa saja batasan masih dibolehkannya aqiqah?
Jika semasa kecil orangtua kita adalah orang yang tidak mampu untuk melakukan aqiqah, maka ia tidak dipaksakan untuk melakukannya walaupun mungkin nantinya mereka menjadi orang kaya. Keadaan ekonomi orangtua menjadi pertimbangan atas pensyariatan aqiqah ini, jika ia tidak mampu, maka aqiqah menjadi gugur.
Sedangkan jika orangtuanya mampu ketika ia lahir, namun menunda aqiqah hingga anaknya tersebut dewasa, maka pada saat itu anaknya tetap diaqiqahi walaupun sudah dewasa.
Aqiqah adalah beban ayah selaku pemberi nafkah. Aqiqah ditunaikan dari harta ayah, bukan dari harta anak. Orang lain tidak boleh melaksanakan aqiqah selain melalui izin ayah.
Imam Asy Syafi’i mensyaratkan bahwa yang dianjurkan aqiqah adalah orang yang mampu. Imam Asy Syafi’i juga berpendapat bahwa aqiqah tetap dianjurkan meskipun diakhirkan. Namun disarankan agar tidak diakhirkan hingga usia baligh. Jika aqiqah diakhirkan hingga usia baligh, maka kewajiban orang tua menjadi gugur. Jika seperti itu, anak mempunyai pilihan, boleh mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak.